Pages

Jumat, 11 Desember 2015

ISOLASI ETIL P-METOKSISINAMAT DARI KENCUR

ISOLASI ETIL P-METOKSISINAMAT DARI KENCUR

I Putu Pandu Setiawan
Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: pandupendog45@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi etil p-metoksisinamat dari kencur melalui metode soxhletasi dan menghitung rendemennya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif. Objek penelitian ini adalah sampel padat  berwarna coklat dari kencur. Hasil dari penelitian adalah kristal etil p-metoksisinamat yang berbentuk balok dan berawarna putih. Persentase rendemen etil p-metoksisinamat adalah 75%.
Kata kunci: etil p-metoksisinamat, kencur, soxhletasi

Abstract
The aim of this study was to isolate ethyl p-methoxycinnamate of the greater galingale  through soxhletasi method and calculate the yield. The method used in this study is a quantitative analysis method. The object of this study was brown solid samples of kencur. Results of the research are crystalline ethyl p-methoxycinnamate shaped beams and white. The percentage yield of ethyl p-methoxcycinnamate is 75%.
Keywords: ethyl p-methoxycinnamate, greater galingale, soxhletasi




PENDAHULUAN
Kencur (Kaempferia Galanga, Linn) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal di dalam tanah atau biasa disebut rimpang kencur atau rizoma (Fessenden, 1982).
Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang-cabang dengan induk rimpang di tengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas-ruas rimpang berwarna putih kekuningan.
Kandungan kimia pada rimpang kencur yaitu etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksistiren, karen, borneol, dan parafin. Di antara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan komponen utama dari kencur. Beberapa peneliti terdahulu berhasil mengisolasi etil p-metoksisinamat dari rimpang kencur sebanyak 0,8-1,26%.
Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4 – 2,9 % yang terdiri atas etil para metoksisinamat , kamfer, borneol, sineol, pentadekana. Adanya kandungan etil para metoksisinamat dalam kencur merupakan senyawa turunan sinamat (Fessenden, 1984).
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana (Nurlita, 2004).
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. Etil p-metoksi sinamat adalah suatu ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi. Dalam penelitian pemilihan pelarut yang digunakan adalah heksana, etil asetat, alkohol, dietil eter, dan aquades.
Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untuk proses pelarutan yang bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan harga kelarutan zat. Fenomena yang kedua ini jarang dijumpai di alam yang umum adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm yaitu memerlukan kalor. Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dan menguap dengan pemanasan sehingga suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yang diharapkan tidak rusak. Oleh karena itu ekstraksi etil p-metoksisinamat dari kencur tidak boleh menggunakan suhu yang lebih dari titik lelehnya yaitu 48 – 50C. Isolasi senyawa etil p-metoksi sinamat pada rimpang kencur dapat diperoleh dengan menggunakan teknik ekstraksi soxhlet dengan pelarut dietil eter (Suja, 2003).
Ekstraksi soxhlet merupakan metode pemisahan yang melibatkan pemindahan substansi dari fasa material ke dalam fasa lainnya dan kedua fasa tidak saling melarutkan. Ekstraksi soxhlet ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk memisahkan bahan alam yang terdapat dalam tumbuhan dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat yang ingin dipisahkan (Selamat,2003).
Dalam praktikum kali ini, zat yang ingin di isolasi adalah etil p-metoksisinamat, maka pelarut (pengekstrak) yang digunakan adalah dietil eter. Keberhasilan dalam ekstraksi tergantung pada pemilihan pelarut, pelarut polar akan melarutkan dengan baik senyawa-senyawa polar,dan pelarut non-polar akan melarutkan dengan baik senyawa-senyawa non-polar. Oleh karena itu, dietil eter yang non polar akan melarutkan etil p-metoksisinamat dengan baik.
Sampel kencur yang mengandung Etil p-metoksisinamat yang akan dipidahkan dibungkus dengan kertas saring dan ditempatkan dalam ruang ekstraksi. Dietil eter yang berperan sebagai pelarut diapanaskan, bila mendidih, maka uap pelarut akan naik ke pendingin dan karena mendapat pendinginan pada alat pendingin, uap mengembun turun masuk kedalam alat soxhlet dan akan melarutkan etil p-metoksisinamat dari kencur. Bila larutan etil p-metoksisinamat dalam alat soxhlet sudah memenuhi pipa cabang alat soxhlet, larutan etil p-metoksisinamat akan mengalir kebawah dan masuk ke dalam labu dasar bulat. Dengan demikian seterusnya pelarut menguap, mendingin/mengembun lalu melarutkan etil p-metoksisinamat hingga semua etil p-metoksisinamat terlarut semua. Hal ini terlihat dari larutan pada ruang ekstraktor soxhlet semakin bening dan estraksi sudah bisa dihentikan.
Untuk memurnikan ekstrak maka dilakukan rekristalisasi, biasanya ekstrak yang berupa padatan atau cairan jarang ada dalam keadaan murni (tercampur dengan zat pengotor). Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara senyawa yang dilarutkan dengan senyawa pencampurnya. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang hanya dapat melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, memiliki titik didih yang lebih rendah dari senyawa yang dimurnikan, tidak bereaksi dengan senyawa yang akan dilarutkan, dan menghasilkan bentuk kristal yang baik dari senyawa yang akan dimurnikan.

METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik jurusan Pendidikan Kimia UNDIKSHA.

Alat dan Bahan
            Terdapat beberapa alat dan bahan yang perlu disiapkan dalam penelitian ini. Alat yang digunakan antara lain gelas kimia, spatula, blender, kertas saring, labu dasar bulat, heater, batang pengaduk, perangkat ekstraksi soxhlet, neraca analitik, perangkat distilasi sederhana, corong, dan mantel.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kencur kering, n-pentana, batu didih, es, dan etanol.

Prosedur Kerja
Metode dari penelitian ini adalah metode eksperimen dengan analisis data secara kuantitatif.  Pertama, sebanyak 50,0 gram kencur kering yang sudah digerus, dibungkus dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor Soxhlet. Lalu, sebanyak 250 mL n-pentana dan beberapa butir batu didih dimasukkan kedalam labu dasar bulat, kemudian alat Soxhlet dipasang dan dilengkapi dengan pendingin refluks. Labu dasar bulat dipanaskan secara perlahan-lahan hingga n-pentana mendidih. Ekstraksi dilakukan secara kontiyu, ekstraks yang diperoleh didinginkan, disaring, dan dipekatkan dengan cara diuapkan hingga volumenya tinggal 50 mL. Kemudian, residu didinginkan dalam penangas es sampai terbentuk kristal. Kristal dipisahkan dari pelarutnya dan direkristalisasi dengan etanol.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kristal etil p-metoksisinamat yang berbentuk balok berwarna putih dengan massa sebesar 0,9 gram. Secara teoritis, terdapat 2,4 % etil p-metoksisinamat dalam kencur kering.  akan tetapi pada praktikum kali ini massa kencur kering yang digunakan sebanyak 50,00 gram sehingga dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut.
Massa teoritis etil p-metoksisinamat dalam 50,00 gram kencur kering
=  x 50,00 gram = 1,20 gram
Rendemen etil p-metoksisinamat
% rendemen =  x 100%
                    =  x 100%
                    = 75%

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi senyawa etil p-metoksisinamat dari kencur (Kaempferia Galanga, L) dengan menggunakan n-pentana sebagai pelarut. Metode yang digunakan untuk mengisolasi etil p-metoksisinamat dari kencur adalah metode soxhletasi dengan menggunakan n-pentana sebagai pelarut.  Digunakannya n-pentana sebagai pelarut karena dapat melarutkan etil p-metoksisinamat dimana etil p-metoksisinamat bersifat nonpolar sehingga diperlukan pelarut yang bersifat nonpolar yang mana dalam hal ini n-pentana memenuhi ketentuan tersebut. 
Pada praktikum ini digunakan sampel kencur sebanyak 50,00 gram yang mana kencur terlebih dahulu diiris kecil-kecil dan dikeringkan dengan udara selama beberapa hari. Tujuan dari pengirisan ini adalah untuk memperluas bidang permukaan dari kencur itu sendiri, sehingga akan diperoleh senyawa etil p-metoksisinamat yang lebih banyak, sedangkan tujuan dilakukannya pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air dalam rimpang kencur. Sampel kencur yang kering ini selanjutnya di soxhletasi dengan n-pentana sebagai pelarut, dimana n-pentana yang digunakan sebanyak 250 mL. n-pentana yang digunakan sebagai pelarut ditempatkan dalam labu dasar bulat kemudian dipanaskan hingga mendidih. Sebelum dilakukan pemanasan, ke dalam labu dasar bulat yang telah berisi n-pentana ini ditambahkan beberapa batu didih terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk meratakan pemanasan sehingga tidak terjadi adanya letupan.
Setelah n-pentana mendidih maka uapnya akan naik dan ketika sampai pada pendingin refluks akan mengalami kondensasi menjadi tetesan. Uap n-pentana yang menetes ini akan menimpa sampel kencur dalam ruang ekstraktor dan melarutkan EPMS yang terkandung didalamnya. Berdasarkan hasil pengamatan, larutan yang diperoleh berwarna oranye kecoklatan.  
Soxhletasi ini dilakukan secara terus-menerus sampai larutan yang dihasilkan dari uap n-pentana yang telah menimpa sampel kencur dalam ruang ekstraktor, berwarna bening. Larutan yang berwarna bening tersebut menunjukkan bahwa EPMS yang terkandung pada kencur telah habis. Pada praktikum ini ekstraksi dihentikan pada siklus kesepuluh. Ekstrak yang diperoleh berwarna oranye kecoklatan yang mana secara teoritis ekstrak ini mengandung EPMS. Selanjutnya ekstrak ini didistilasi yang bertujuan untuk memurnikan dan memisahkan EPMS dari pelarut yang dalam hal ini adalah n-pentana. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh residu berupa larutan berwarna oranye kecoklatan yaitu EPMS, sedangkan destilat berwarna bening yang merupakan n-pentana yang telah terpisah dari EPMS. Diperolehnya destilat berupa n-pentana karena titik didihnya lebih rendah dibandingkan EPMS. Titik didih n-pentana adalah 36oC, sehingga pada tahap destilasi ini dilakukan pemanasan agar tidak melewati suhu dari titik didih n-pentana. Hal ini mengakibatkan n-pentana lebih dahulu menguap dibandingkan dengan EPMS, sehingga diperoleh destilat berupa n-pentana dan residunya adalah EPMS.
Residu yang diperoleh ini selanjutnya didinginkan hingga terbentuk kristal. Kristal EPMS yang diperoleh berupa kristal yang berbentuk jarum berwarna putih. Untuk memurnikan kristal (endapan EPMS yang diperoleh) maka dilakukan pemurnian dengan cara rekristalisasi. Pada percobaan kali ini yang digunakan dalam proses rekristalisasi EPMS adalah etanol. Alasan digunakannya etanol dalam rekristalisasi karena pada EPMS terdapat gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar sehingga EPMS juga mampu larut dalam etanol (alcohol) yang bersifat polar. Dalam etanol, kristal EPMS akan larut, ketika EPMS yang larut tersebut langsung disaring maka pengotor-pengotor akan tertinggal dan menempel pada kertas saring. EPMS yang telah murni tersebut dipanaskan kemudian didinginkan dalam penangas es. Kristal EPMS yang didapatkan adalah kristal yang berwarna coklat. Pada pengujian bentuk kristal dengan menggunakan mikroskop teramati bahwa bentuk kristalnya yaitu berbentuk balok dan berawarna putih.
Kristal EPMS secara teoritis berwarna putih dan berbentuk jarum, hal ini sedikit tidak sesuai dengan kristal yang diperoleh. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi. Adapun struktur dari EPMS adalah sebagai berikut.
Kristal yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebanyak 0,9 gram. Adapun rendemen yang diperoleh adalah sebesar 75%. Secara teoritis kandungan EPMS dari kencur adalah sebesar 2,4% dari berat kencur kering. Adanya perbedaan rendemen yang diperoleh ini dengan teori karena kurang optimalnya proses pendinginan yang dilakukan sehingga kemungkinan masih terdapat EPMS yang belum mengkristal.

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa EPMS dari kencur dapat diisolasi dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut n-pentana. Adapun EPMS yang diperoleh berupa kristal yang berwarna putih dengan bentuk seperti balok. Rendemen dari EPMS yang diperoleh adalah sebesar 75%.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. I Nyoman Tika, M.Si., selaku dosen pengampu, Drs. I Dewa Putu Subamia, M.Pd., laboran Jurusan Pendidikan Kimia, atas arahan dan bimbingan selama melakukan penelitian dan Ni Putu Candra Mahayani serta Ni Made Willy Larashati Anastasia selaku rekan satu kelompok atas dukungan dan bantuannya dalam penelitian maupun dalam penyelesaian artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, R., & Fessenden, J. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Fessenden, R., & Fessenden, J. 1984. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Nurlita, F., & Suja  I W. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Suja, I W. & Muderawan I W. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Wiratma, I G. L., Selamat, I N. Sastrawidana, I D. K. 2003. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik.Singaraja: IKIP Negeri Singaraja


0 komentar:

Posting Komentar