sintesis sikloheksanon dari sikloheksanol dengan
prinsip reaksi oksidasi-reduksi
I Putu Pandu Setiawan
Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
Abstrak
Tujuan
dari percobaan ini adalah mengidentifikasi hasil reaksi oksidasi sikloheksanol.
Pada reaksi oksidasi sikloheksanol, senyawa sikloheksanol yang termasuk alkohol
sekunder dioksidasi dengan oksidator kuat dimana pada percobaan ini digunakan
asam kromat yang dibuat dari kalium dikromat dan asam sulfat. Oksidasi ini
menghasilkan senyawa keton tepatnya sikloheksanon. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah metode analisis kuantitaif. Hasil percobaan ini berupa 4
mL larutan sikloheksanon yang didapat melalui destilasi dengan persen rendemen
sebesar 65,62%.
Kata
kunci:
oksidasi-reduksi, sikloheksanol, sikloheksanon
Abstract
The purpose of this experiment is to identify reaction products of
oxidation of cyclohexanol. In the oxidation reaction of cyclohexanol,
cyclohexanol compound which includes a secondary alcohol is oxidized with
strong oxidizing agents which in this experiment made use of chromic acid from
potassium dichromate and sulfuric acid. This oxidation produces ketones precise
cyclohexanone. The method used in this experiment is a method of quantitative
analysis. Results of these experiments in the form of 4 mL of cyclohexanone
obtained by distillation with a percent yield of 65.62%.
Keywords: oxidation-reduction, cyclohexanol,
cyclohexanone
PENDAHULUAN
Dalam reaksi
senyawa-senyawa organik, reaksi redoks dikaitkan dengan transfer oksigen dan
hidrogen. Jika suatu senyawa mengikat oksigen atau melepaskan hidrogen maka
disebut mengalami oksidasi, sebaliknya jika mengikat hidrogen atau melepaskan
oksigen maka disebut mengalami reduksi (Frieda Nurlida, 2000).
Alkohol merupakan salah satu
senyawa organik yang dapat mengalami oksidasi.
Berdasarkan atom karbon yang mengikat gugus hidroksil (-OH), golongan
alkohol dapat dikelompokkan menjadi: alkohol primer, sekunder, dan tersier.
Alkohol primer merupakan alkohol yang gugus OH-nya terikat pada C
primer yang jika dioksidasi akan menghasilkan aldehid dan oksidasi lebih lanjut
dari aldehid dapat menghasilkan asam karboksilat. Alkohol sekunder merupakan
alkohol yang gugus OH-nya terikat pada C sekunder yang jika
dioksidasi akan menghasilkan keton. Sedangkan alkohol tersier tidak dapat
dioksidasi karena
pada karbon pembawa hidroksil tidak mengikat atom hidrogen.
Alkohol primer atau alcohol sekunder dapat
dioksidasi oleh asam kromat H2CrO4 atau oleh KMnO4.
Asam kromat tidak stabil, oleh karena itu dibuat bila diperlukan. Na atau
K-dikromat dalam asam merupakan oksidator yang kuat. Oksidasi alcohol jauh
sangat baik dalam suasana asam. Alkohol primer dioksidasi menjadi asam
karboksilat, sedangkan alkohol sekunder dioksidasi menjadi keton. Krom
mengalami reduksi dari +6 menjadi +4 yang tidak stabil kemudian berubah menjadi
+3 (Nurlita & Suja, 2004).
Pembuatan sikloheksanon ini adalah suatu
contoh dari oksidasi alkohol sekunder alisiklik menjadi keton alisiklik dengan
oksidator kalium dikromat dalam suasana asam.
C6H11OH → C6H10O + H2O
Walaupun
reaksi oksidasi alkohol dengan Cr(VI) paling banyak digunakan, namun dari sudut pandang lingkungan, senyawa Cr(VI)
bersifat karsinogen pada sistem pernafasan dan produk tereduksinya, yaitu Cr(III), juga berbahaya dan beracun bagi lingkungan,terutama
kalu dibuang bebas ke perairan. Oleh
karena itu, sebagai salah satu alternatif yang lebih aman bagi
lingkungan, pada percobaan ini oksidasi alkohol sekunder
menggunakan larutan 5,25% (0,75 M) natrium hipoklorit, NaOCl, di samping lebih
murah harganya dan mudah ditemui di pasaran bebas. Mekanisme reaksi menggunakan natrium hipoklorit
ini tidak begitu jelas. Tetapi yang jelas bukan merupakan reaksi radikal bebas; reaksi akan
berlangsung lebih cepat dalam suasana asam daripada dalam
basa; molekul klor, Cl2, yang bertidak sebagai oksidator; dan
asam hipoklorit harus ditambahkan dalam reaksi ini. Pada reaksi ini kemungkinan dapat membentuk
senyawa antara ester alkil hipoklorit, dan melalui reaksi
eliminasi E2 menghasilkan keton dan ion klorida. Hipoklorit berlebih dengan mudah dapat dihilangkan dengan penambahan
senyawa bisulfit; produk akhirnya adalah ion klorida yang
jauh kurang toksik dibandingkan Cr(III).
Alkohol merupakan senyawa yang
penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan sebagai zat pembunuh
kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri alkohol
digunakan sebagai pelarut dan reagensia. Alkohol dapat membentuk ikatan
hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan air. Hal ini dapat mengakibatkan
titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi. Selain dipengaruhi
oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga dipengaruhi oleh panjang pendeknya
gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya gugus hidroksil yang terikat pada
atom karbon.
Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan
oleh posisi atau letak gugus OH pada rantai karbon utama karbon. Ada tiga jenis
alkohol antara lain alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier.
Alkohol primer yaitu alkohol yang gugus –OH nya terletak pada atom C primer
yang terikat langsung pada satu atom karbon yang lain contohnya adalah CH3CH2CH2OH
(C3H7O). Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH
nya terletak pada atom C sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain.
Alkohol tersier adalah alkohol yang gugus –OH nya terletak pada atom C tersier
yang terikat langsung pada tiga atom C yang lain (Fessenden, 1982).
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam alkohol antara lain
reaksi substitusi, reaksi eliminasi, reaksi oksidasi, dan esterifikasi. Reaksi
oksidasi adalah reaksi yang digunakan untuk membedakan antara alkohol primer,
sekunder, dan tersier. Suatu alkohol primer dapat dioksidasi menjadi aldehid
atau asam karboksilat. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton saja.
Sedangkan pada alkohol tersier menolak terjadinya reaksi oksidasi (Fessenden,
1982).
Suatu alkohol sekunder dioksidasi oleh
oksidator yang relatif kuat menjadi keton.
Suatu oksidator kuat yang umum dapat
mengoksidasi alkohol primer menjadi asam karboksilat.
METODE
Penelitian dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik jurusan Pendidikan Kimia UNDIKSHA.
Alat dan Bahan
Terdapat
beberapa alat dan bahan yang perlu disiapkan dalam penelitian ini. Alat yang
digunakan antara lain erlenmeyer,
gelas kimia, labu dasar bulat, gelas ukur, pipet tetes, kaca arloji, spatula,
termometer, neraca analitik, alat destilasi, corong pisah, cawan porselin,
pembakar spiritus, dan batang pengaduk.
Bahan-bahan
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah K2Cr2O7,
asam sulfat pekat, sikloheksanol, asam oksalat, eter, na-bikarbonat, dan zat
anhidrous.
Prosedur Kerja
Metode
dari penelitian ini adalah metode eksperimen dengan analisis data secara
kuantitatif. Pertama, sebanyak 0,03 mol K2Cr2O7
dilarutkan dalam 40 mL air pada Erlenmeyer 100 mL lalu dengan hati-hati
sebanyak 7 mL H2SO4 ditambahkan ke dalam larutan. Larutan
yang berwarna oranye merah ini didinginkan pada temperatur kamar. Lalu sebanyak
0,065 mol sikloheksanol dicampur dengan 25 mL air pada erlenmeyer 250 mL. Larutan
dikromat ditambahkan ke dalam larutan sikloheksanol dan diaduk. Temperatur
dijaga pada 550C dengan jalan didinginkan dalam air es. Kemudian
labu erlenmeyer dipindahkan dan sebanyak 0,2 gram asam oksalat ditambahkan ke
dalam campuran. Campuran ditambahkan 35 mL air, kemudian diekstraksi dengan 25
mL eter sebanyak 3 kali. Lapisan eter digabung, kemudian dicuci dengan
menggunakan air dan Na-bikarbonat, dipisahkan dan lapisan eternya dikeringkan
dengan menggunakan zat anhidrous. Larutan kemudian disaring dan dimasukkan ke
dalam labu 50 mL, kemudian alat destilasi disiapkan. Destilasi campuran pada
suhu 500C-600C untuk mengambil eter dari campuran yang
mendidih pada 340C. Destilasi dilanjutkan dengan menaikkan suhu
mencapai 1600C untuk memperoleh cairan tidak berwarna sikloheksanon
yang mendidih pada suhu 1520C-1550C, hasilnya ditimbang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Volume sikloheksanon yang
diperoleh adalah 4 mL. Sikloheksanon yang diperoleh tidak berwarna.
Jadi massa sikloheksanon adalah:
Massa C6H11O
= Volume sikloheksanon x ρ
=
4 mL x 0,95 g/mL
=
3,8 gram
Berdasarkan perhitungan teoritis,
perhitungan massa sikloheksanon yang diperoleh adalah sebagai berikut:
C6H11OH(l) + H2CrO4(aq) → C6H11O(l) + HCrO3-(aq) + H3O+(aq)
Produk sikloheksanon yang dihasilkan hanya 90% dari
jumlah mol sikloheksanol. Jadi, mol sikloheksanon = 0,90 x mol sikloheksanol =
0,9 x 0,065 mol= 0,0585 mol
Massa sikloheksanon= mol
sikloheksanon x Mr sikloheksanon
= 0,0585 mol x99 g/mol
= 5,7915 gram.
Persen
rendemennya adalah sebagai berikut.
% rendemen = 65,62 %
Persen kesalahannya adalah sebagai
berikut :
% kesalahan = 34,38%
Pembahasan
Berdasarkan prosedur kerja yang
telah dilakukan, oksidator yang digunakan untuk mengoksidasi sikloheksanol
menjadi sikloheksanon adalah larutan K2Cr2O7
dalam asam yang merupakan oksidator kuat. Pada reaksi oksidasi ini,
sikloheksanol dioksidasi dengan pengurangan atom H menjadi sikloheksanon, dan
krom mengalami reduksi dari +6 menjadi +4 yang tidak stabil kemudian berubah
menjadi +3.
Sebelum
ditambahkan ke dalam sikloheksanol, larutan K2Cr2O7 harus
diasamkan terlebih dahulu dengan asam sulfat pekat untuk menghasilkan asam
kromat yang merupakan oksidator kuat. Larutan K2Cr2O7
yang berwarna oranye setelah ditambahkan dengan asam sulfat warnanya berubah
menjadi oranye kemerahan dan melepaskan panas. Hal ini disebabkan oleh reaksi
antara larutan K2Cr2O7 dan asam sulfat pekat
menghasilkan kalor (panas). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K2Cr2O7(aq) + H2O(l)
+ 2H2SO4(aq) → 2H2CrO4(aq) + 2K+(aq)
+ 2HSO4-(aq)
Ketika
larutan asam kromat yang berwarna oranye kemerahan ditambahkan ke dalam
campuran sikloheksanol dan 25 mL aquades, terjadi perubahan warna campuran
menjadi hijau kehitaman. Hal ini disebabkan oleh reduksi ion Cr6+ dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
C6H11OH(l) + H2CrO4(aq) → C6H11O(l) + HCrO3-(aq) + H3O+(aq)
Ion
Cr4+ hasil reduksi ini kurang stabil, kemudian berubah
menjadi Cr3+ yang ditandai dengan perubahan warna campuran menjadi
hijau.
Setelah diaduk, suhu campuran dijaga
pada 550C dengan mendinginkannya dalam penangas es. Pada proses ini,
suhu campuran konstan pada suhu 300C.
Kelebihan dikromat dalam campuran
kemudian direduksi dengan menambahkan asam oksalat. Reaksi yang terjadi adalah
:
Cr2O72-(aq) + 3C2O42-(aq) + 14H+(aq) → 2Cr3+(aq) + 6CO2(g) + 7H2O(l)
Sebelum diekstraksi, campuran ditambahkan aquades
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perbedaan kepolaran
antara sikloheksanon dengan pengotornya sehingga sikloheksanon akan terpisah
dari pengotor yang lain. Sikloheksanon
hasil sintesis diekstrak sebanyak 3 kali menggunakan eter, yaitu dietil eter.
Eter digunakan untuk mengekstraksi sikloheksanon karena sifat kepolaran dari
eter dan sikloheksanon yang sama-sama sedikit polar. Setelah ditambahkan,
terbentuk dua lapisan, lapisan atas merupakan lapisan eter dan sikloheksanon
yang berwarna coklat kehitaman dengan massa jenis yang lebih rendah dan lapisan
bawah yang merupakan air dan pengotor-pengotor seperti K+, SO42-,
Cr3+, and C2O42- yang
berwarna hijau kehitaman. Campuran diekstrak sebanyak 3 kali yang bertujuan
untuk mengoptimalkan proses ekstraksi, sehingga semakin banyak sikloheksanon
yang terekstrak.
Lapisan eter hasil ekstraksi masih belum murni, dapat
mengandung sedikit asam sulfat maupun air. Kandungan asam sulfat dalam lapisan
ini dapat dihilangkan dengan cara mencuci lapisan eter dengan aquades yang
berfungsi untuk melarutkan asam sulfat sisa dan memisahkannya dari lapisan
eter, serta dicuci dengan larutan NaHCO3 yang bertujuan untuk
menetralkan asam sulfat yang masih tersisa setelah proses pencucian dengan air
tadi. Air dalam lapisan eter dapat dihilangkan dengan penambahan zat anhidrous
yaitu CuSO4 anhidrous. Zat anhidrous ini akan mengikat air yang
terlarut dalam lapisan eter, dan penambahannya dilakukan sampai warna zat
anhidrous ini tidak mengubah warna zat anhidrous menjadi biru lagi.
Lapisan eter yang telah bebas dari kontaminan kemudian
didestilasi untuk memisahkan eter dengan produk sikloheksanon. Pertama-tama,
komponen yang menetes terlebih dahulu adalah eter yaitu pada suhu 340C.
Kemudian setelah semua eter terpisahkan. Volume sikloheksanon yang diperoleh
adalah 4 mL dengan massa 3,8 gram. Berdasarkan teori massa sikloheksanon yang
harus didapat adalah 5,7915 gram.
Perbedaan
massa sikloheksanon hasil percobaan dan massa sikloheksanon teoritis
dikarenakan oleh kurang optimalnya proses ekstraksi sikloheksanon dari campuran
karena eter yang digunakan adalah eter bekas sehingga proses pemisahan tidak
berlangsung secara optimal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikloheksanol
dapat mengalami reaksi oksidasi-reduksi menghasilkan sikloheksanon dengan
menggunakan oksidator K2Cr2O7 dalam suasana
asam. Volume sikloheksanon yang diperoleh 4mL dengan persen rendemen yang
diperoleh sebesar 65,62%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. I Nyoman
Tika, M.Si., selaku dosen pengampu, Drs. I Dewa Putu Subamia, M.Pd., laboran
Jurusan Pendidikan Kimia, atas arahan dan bimbingan selama melakukan penelitian
dan Ni Putu Candra Mahayani serta Ni Made Willy Larashati Anastasia selaku
rekan satu kelompok atas dukungan dan bantuannya dalam penelitian maupun dalam
penyelesaian artikel ini.
Daftar Pustaka
Fessenden, R.,
& Fessenden, J. 1982. Kimia Organik
Jilid I. Jakarta: Erlangga
Nurlita, F.,
& Suja, I W. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik.
Singaraja: IKIP Negeri Singaraja
Suja, I W. & Muderawan, I W.
2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut. Singaraja
: IKIP Negeri Singaraja
Suja, I W. &
Nurlita, F. 2000. Buku Ajar Kimia Organik
1. Singaraja: Program Studi Pendidikan Kimia STKIP Singaraja
0 komentar:
Posting Komentar